Baru-baru ini, pemerintah Indonesia berencana untuk memasukkan koding dan kecerdasan buatan (AI) ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Meskipun kebijakan ini terdengar inovatif dan menjanjikan, hal ini memicu perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat.
Di satu sisi, ada yang berpendapat bahwa penguasaan teknologi merupakan kunci untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan global. Namun, di sisi lain, banyak yang mempertanyakan apakah ini langkah yang tepat. Mengingat masih banyak masalah mendasar dalam sektor pendidikan yang belum juga teratasi.
Kecerdasan Buatan, Keterampilan Masa Depan
Koding dan kecerdasan buatan (AI) semakin menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di dunia kerja saat ini. Banyak perusahaan mencari karyawan yang tidak hanya memiliki pengetahuan dasar, tetapi juga kemampuan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang terus berubah. Dengan mengintegrasikan koding dan AI ke dalam kurikulum pendidikan, diharapkan siswa dapat mengasah keterampilan yang relevan dan siap bersaing di dunia kerja yang semakin kompetitif.
Selain itu, penguasaan teknologi ini dapat mendorong kreativitas dan inovasi di kalangan siswa. Mereka tidak hanya akan berperan sebagai konsumen teknologi, tetapi juga sebagai pencipta yang mampu merancang solusi berbasis teknologi untuk berbagai tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, pendidikan yang menekankan pada koding dan AI dapat membantu membentuk generasi yang lebih siap menghadapi masa depan, menuju Indonesia Emas 2045.
Apa Kabar dengan Problem Pendidikan Sekarang?
Di balik antusiasme untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam kurikulum pendidikan, kita tidak dapat mengabaikan kenyataan yang menyedihkan di lapangan. Masih banyak siswa di Indonesia yang mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan berhitung.
Data dari UNESCO menunjukkan bahwa tingkat literasi di Indonesia masih tergolong rendah, terutama di daerah pedesaan, di mana akses terhadap pendidikan yang berkualitas sangat terbatas. Hal ini menciptakan kesenjangan yang signifikan dalam kemampuan dasar siswa, yang seharusnya menjadi pondasi untuk pembelajaran lebih lanjut.
Fenomena ini semakin diperparah oleh berbagai faktor yang menyebabkan banyak anak terpaksa putus sekolah, seperti masalah ekonomi dan kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan penting: Apakah kita benar-benar siap untuk mengajarkan koding dan kecerdasan buatan (AI)? Padahal banyak siswa yang bahkan belum menguasai keterampilan dasar pendidikan?
Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam dunia teknologi, kita perlu memastikan bahwa semua siswa memiliki landasan pendidikan yang kuat agar dapat memanfaatkan teknologi dengan efektif di masa depan.
Gaji Guru yang Rendah: Siapa yang Akan Mengajar Tentang Kecerdasan Buatan?
Salah satu tantangan terbesar dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah rendahnya gaji yang diterima oleh para guru. Banyak dari mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan penghasilan yang tidak mencukupi. Padahal, penambahan beban kurikulum dengan materi baru seperti koding dan kecerdasan buatan (AI) tanpa dukungan yang memadai bagi guru hanya akan memperburuk situasi yang ada. Gaji yang rendah membuat banyak guru merasa tidak termotivasi. Hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pengajaran yang mereka berikan.
Selain masalah gaji, para guru juga sering kali dibebani dengan tugas administratif yang berat. Beban itu mengalihkan perhatian mereka dari proses pengajaran yang sebenarnya. Banyak waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan metode pengajaran yang efektif justru terpaksa dihabiskan untuk memenuhi berbagai laporan dan administrasi.
Tanpa pelatihan yang tepat dan insentif yang memadai, guru akan kesulitan untuk mengajarkan materi yang kompleks dengan cara yang efektif. Akibatnya, kualitas pendidikan yang diharapkan dari kebijakan baru ini mungkin tidak akan tercapai, dan siswa pun akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Alokasi Sumber Daya: Prioritas yang Tepat?
Kebijakan untuk memasukkan koding dan AI ke dalam kurikulum juga menimbulkan pertanyaan tentang alokasi sumber daya. Dengan anggaran pendidikan yang terbatas, seharusnya pemerintah lebih fokus pada penyelesaian masalah mendasar yang ada. Seperti peningkatan kualitas guru, penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai, dan program-program yang mendukung literasi dan numerasi.
Mengalihkan perhatian dan sumber daya untuk mengajarkan koding dan AI di saat banyak siswa masih kesulitan dengan dasar-dasar pendidikan bisa dianggap sebagai langkah yang tidak bijaksana. Pendidikan seharusnya tidak hanya tentang mempersiapkan siswa untuk dunia kerja. Tetapi juga tentang membangun pondasi yang kuat untuk masa depan mereka. Koding dan AI memang penting, tetapi tidak boleh mengorbankan pendidikan dasar yang esensial.
Sebagai alternatif, pemerintah bisa mempertimbangkan untuk mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran dasar. Sehingga siswa dapat belajar koding dan AI secara bertahap, tanpa mengabaikan keterampilan dasar yang sangat penting.
Kecerdasannya Buatan, Kebodohannya Asli?
Kebijakan untuk memasukkan koding dan kecerdasan buatan (AI) ke dalam kurikulum pendidikan merupakan langkah yang ambisius dan patut diapresiasi. Namun, kita harus menyadari bahwa kecerdasan buatan tidak dapat menggantikan pentingnya pendidikan dasar yang kokoh.
Sebelum kita melangkah lebih jauh ke dalam dunia teknologi, sangat penting untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas. Tanpa pondasi yang kuat, kita berisiko menciptakan generasi yang hanya mahir dalam memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), tetapi bodoh dalam memahami dasar-dasar pendidikan yang esensial.
Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini dan lebih bijak dalam menentukan prioritas dalam sektor pendidikan. Jika tidak, kita berpotensi menghadapi situasi yang disebut sebagai “Indonesia Cemas 2045”.
Meskipun kita memiliki kemajuan dalam bidang teknologi, tetapi permasalahan pada kualitas pendidikan dasar tetap jalan di tempat. Dengan memastikan skala prioritas yang tepat, kita dapat memastikan bahwa kebijakan pendidikan yang diambil benar-benar bermanfaat bagi masa depan bangsa.
Penulis: Alvindest Martial
Editor: Muhammad Ridhoi
Leave a Reply