Apa yang saya katakan bukan pemikiran dari balita yang saat ini sedang dalam gendongan ibunya. Jadi kalian tidak perlu menganggap hal ini serius, apalagi sampai menganggap saya punya kelebihan membaca pikiran orang lain.
Pagi ini saya dan teman sekolah saya sama-sama bangun kesiangan. Lantas kami memutuskan tidak masuk sekolah. Bahkan akhirnya kami pergi bersama, mencari warung untuk sarapan. Selama perjalanan menaiki sepeda motor, kami membicarakan menu apa yang akan kami pilih, yang akhirnya kami menentukan menu soto. Warung soto ini adalah tempat biasa kami makan jika kebetulan sedang main bersama. Kami berdua sama-sama tidak merasa bosan dengan menu soto.
Usai kami pesan pada pemilik warung—dua porsi soto kecil dan dua gelas es teh—kami berjalan ke bangku yang sepi, di pojok sebelah kiri. Selama menunggu pesanan diantar, teman saya sibuk dengan ponselnya. Sementara saya asyik memperhatikan beberapa pengunjung yang sudah lebih dulu berada di warung. Meski begitu saya tidak tahu, saya memperhatikan apanya dari mereka. Menurut saya hanya sekadar melihat-lihat tanpa memikirkan sesuatu yang penting.
Namun, tidak kepada serombongan orang yang baru datang—tiga perempuan, dan lima lelaki, ditambah satu balita laki-laki. A (perempuan pertama) menggendong bayi, duduk di deretan bangku sebelah barat meja. Sebelah kanannya duduk lelaki ke-1, yang saya duga suami A. Jadi mereka adalah keluarga kecil.
Lelaki ke-2 (masih muda) duduk di sebelah kanan lelaki ke-1. B (perempuan kedua yang masih muda) duduk di sebelah kanan lelaki ke-2, dan saya menerka mereka sepasang kekasih. C (perempuan ketiga yang juga masih muda) duduk di sebelah kanan B. Sementara lelaki ke-3, ke-4, dan ke-5 (semuanya masih muda) duduk di bangku seberang meja, berhadap-hadapan dengan A dan balitanya, lelaki ke-1, lelaki ke-2, B, dan C.
A dan lelaki ke-1 berbincang sendiri, mungkin membicarakan balita mereka. Lelaki ke-2 dan B asyik ngobrol, sangat intim, karena itu saya menduga mereka sepasang kekasih. Untuk sejenak C diam, sibuk dengan ponselnya. Tiga lelaki di seberangnya sedang membicarakan sesuatu tetapi tampak tidak begitu cair.
Cerita tentang perasaan Sang Balita dimulai ketika lelaki ke-3, ke-4 dan ke-5 mulai mengajaknya bicara. Balita itu hanya melihat mereka dengan pandangan datar. Bahkan ketika ketiganya berusaha melancarkan godaan, balita itu tetap bergeming, dan masih dengan muka cuek, bahkan terlihat tak mau peduli.
Sang Balita seperti semakin tidak suka dengan ketiga lelaki itu karena setiap kali mereka bicara selalu dihubung-hubungkan C. Berikut antara lain perkataan mereka.
“Adik melihat apa? Lihat mbaknya yang diem terus itu ya?” tanya lelaki ke-3 lantas pandangan matanya mengarah ke C.
“Mbaknya cantik ya, Dik?” tanya lelaki ke-4, lantas pandangannya mengarah ke C.
Lelaki ke-5 tidak mau kalah, juga mengutarakan pertanyaan kepada balita itu, “Adik mau ikut mbaknya ya?”
Mendengar pertanyaan-pertanyaan itu Sang Balita tetap diam. Meski begitu matanya terus mengarah ke C. Merasa dipandangi, C lantas ikut memandangi balita, sembari bibirnya menyungging senyum.
Mbak tahu tidak, mereka bertiga pecundang! batin balita itu kepada C.
“Adik kok lihat mbaknya terus?” tanya ibunya.
Ibu diam saja, tidak perlu ikut-ikut basa-basi, batin Sang Balita lagi.
“Adik beneran mau ikut mbaknya?” tanya ibunya lagi.
Mendengar pertanyaan itu, C berusaha menjulurkan kedua tangannya, “Ayok, ayok,” ajak C kepada balita.
Sang Balita menggeleng sembari membatin, Kubilang Ibu tidak perlu ikut-ikut. Ngeyel!
Lelaki ke-3, ke-4, dan ke-5 secara bergantian kembali melancarkan godaan, dan Sang Balita semakin muak. Basa-basi kalian benar-benar basi! batin Sang Balita. Ayah, amankan aku dari mereka dong. Bawa aku pergi dari sini sejenak, kembali batin Sang Balita. Namun saat itu ayahnya sedang mengoperasikan ponsel, menjawab pesan penting yang dia terima.
Ibu bawa aku keluar sebentar, cari angin. Di sini sumpek! batin Sang Balita.
Tentu saja A tidak menanggapi karena anaknya terlihat diam saja. A justru lantas menggoda C dengan sebuah pertanyaan, apakah dia sudah punya pacar. Sementara C menanggapinya hanya dengan senyum. “Belum ada yang deketin ya? sambung A.
Ibu tidak perlu tanya gitu dong, batin Sang Balita.
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan A membuat ketiga lelaki depannya saling pandang.
Kalian bertiga tidak bermutu! batin Sang Balita. Dasar Ibu memang tidak peka. Kembali batin Sang Balita.
“Kalau kamu belum nemu yang cocok, tidak perlu tergesa memilih,” kata B.
Pernyataan B seketika membuat ketiga lelaki muda di depannya tertawa, lantas tak lama kemudian lelaki ke-4 menanggapi pernyataan tersebut. “Kamu sedang salah pilih ya?”
Pertanyaan itu disambut tawa lelaki ke-3 dan ke-5. Sementara Lelaki ke-2 sewot, terlihat dari raut wajahnya, “ Enak saja kau bilang!” sahutnya kemudian.
“Cari ganti dong kalau tidak cocok,” kata lelaki ke-3.
“Iya, putus saja!” tambah lelaki ke-5.
“Tidak perlu cocok sih sebenarnya, hanya merasa cocok, dan aku merasa gitu,” tanggap B, langsung disambut ciuman ganas dari lelakinya.
Matilah kalian! batin Sang Balita.
“Masa dari ketiga cowok ini kamu tidak ada yang cocok?” tanya ibu Sang Balita.
Sama sekali tidak ada! sahut Sang Balita dalam hati.
C hanya tersenyum.
Karena ketiganya pengecut! batin Sang Balita berteriak.
“Tunggulah saya.” Refleks mulut saya berkata.
“Apa kau bilang?” sahut teman saya.***
Leave a Reply