Pada Matamu
Pada matamu yang rimbun air mata
Aku melihat kaktus tumbuh di padang pasir
Dengan desir mengalir di ubun-ubun
Ada pilahan bambu diiris pisau dengan ritme ketukan palu yang lengah kubaca ketukannya; sebagai tanda perapian yang abadi dan enggan dimengerti
Di sana, di lekuk tubuhmu yang tak beraturan,
Kutemukan pejal pengharapan
Untuk sekedar hidup dari air liurmu sendiri
Sebagai tebusan doa-doa yang dilantunkan serupa ayat suci; kau sendiri pun alpa, apa itu pencipta
Sekali aku melihat pada matamu
Ada neraka yang menyala dengan harapan adalah kayunya; sementara itu hujan memelukmu dengan tangan-tangan basahnya
2025
DOA SEBATANG POHON YANG KERING
Hari ini, tepat di mana aku membaca tubuhmu
Lewat lekukan lekukan yang timbul dari harapan renta; satu persatu tanggal
Dari sudut yang lain, aku melihat punggungmu bergetar
Seolah mendekatkan bumi dan langit sebagai pinta paling rahasia pada pencipta; bahwa kau telah tiada dalam ketidakberdayaan
Satu persatu kulihat kulitmu mulai mengelupas
Melepaskan keringkihan angan
Pada daun-daun basah di sekitarmu
Kau mati dalam keadaan meminta rindu tetap hidup dalam doa-doa yang kau sebut degub
“Mari kita rayakan kematian, sebagai kesakitan yang dirindukan” katamu, suatu hari itu.
Pamekasan, 6 Februari 2025
DI TUGU AREK LANCOR
Di tugu arek lancor, diingatnya kembali sebuah kenangan
Ada sebuah senyum tergambar, di sela-sela gerimis dan patricor yang menguar
Diselidikinya lagi penyebab rindu, apakah lampu-lampu di tiang itu menjadi pemicu
Atau rasanya yang terlanjur menyatu
Mari rayakan malam rindu sebagai pesta paling ngilu
Pamekasan, 24 Januari 2025
Lemari Tua
Ada yang tanggal di kalender mu
Perihal ingatan
Yang acap kali kau kecup dengan wangi dupa
Setiap lemari tua dibuka
Aroma air mata menguar
Entah perihal kenangan
Atau perasaan yang tak kunjung bisa kau semai
Januari, 2023
Leave a Reply