Osamu Dazai melihat bahwa adanya norma penyimpangan seksual merupakan kebeasan yang merusak. Karya-karyanya yang terkenal gelap, menceritakan sebuah kegagalan dan keputusasaan, adalah kritik atas semua hal itu.
***
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan sosial yang semakin kompleks, norma-norma moral yang dulu diterima kini mulai dipertanyakan. Salah satu fenomena yang berkembang dalam beberapa dekade terakhir adalah penyimpangan seksual yang semakin terang-terangan melegalkan dirinya dalam ruang publik. Banyak orang yang melihat hal ini sebagai kebebasan individu, sementara sebagian lainnya menganggap sebagai ancaman terhadap moralitas sosial. Fenomena ini menggugah pertanyaan besar tentang bagaimana budaya kita memandang dan memperlakukan seksualitas manusia.

Osamu Dazai, penulis Jepang yang dikenal dengan pandangan pesimis dan gelap terhadap kehidupan. Karyanya sering kali menggambarkan pergulatan antara individu dan norma sosial. Tema seperti keputusasaan, kegagalan, dan penolakan terhadap konformitas sosial, menjadi pilihannya. Hal ini dapat memberikan kita perspektif baru untuk merenungkan bagaimana budaya melegalkan penyimpangan seksual dapat berdampak buruk bagi kehidupan manusia.
Penyimpangan Seksual dalam Konteks Budaya Kontemporer
Penyimpangan seksual, dalam banyak pandangan masyarakat tradisional, adalah sesuatu yang dianggap sebagai deviasi dari norma atau aturan yang diterima. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, pandangan ini mulai berubah. Tuntutan kebebasan individu memunculkan argumen bahwa setiap orang berhak mengekspresikan dengan cara apapun, tanpa perlu merasa dihukum atau tertekan. Pada tingkat ini, diskusi tentang penyimpangan seksual sering kali bergeser menjadi perdebatan tentang kebebasan individu versus kontrol sosial.
Namun, apakah melegalkan segala bentuk penyimpangan seksual adalah langkah menuju kebebasan? Banyak yang berpendapat bahwa budaya yang melegalkan penyimpangan seksual malah merusak fondasi moral masyarakat itu sendiri. Ketika batasan-batasan moral yang dulu ditegakkan mulai dilonggarkan, maka bukan tidak mungkin ketidakstabilan sosial akan tumbuh lebih besar. Penyimpangan yang dulu dianggap tabu, seperti pedofilia, incest, atau perbudakan seksual, kini mulai mendapatkan ruang sebagai bagian dari kebebasan individu. Dalam konteks ini, hal tersebut tidak hanya merusak nilai-nilai moral, tetapi juga menumbuhkan ketidakpedulian terhadap penderitaan dan eksploitasi manusia.
Osamu Dazai sendiri sangat peka terhadap ketegangan antara individu dan masyarakat, serta dampak dari norma-norma sosial yang menekan dan merugikan. Dalam novelnya No Longer Human, Dazai menggambarkan tokoh yang teralienasi dari dunia sekitarnya. Situasi ketidakberdayaan yang mendalam menyebabkan jatuh ke dalam perilaku destruktif. Tokoh tersebut, seperti banyak individu dalam kehidupan nyata, berusaha melarikan diri dari beban moral yang diberikan masyarakat. Tetapi, justru melalui pelarian ini, dia semakin terjebak dalam kehampaan eksistensial.
Penyimpangan Seksual: Akankah Budaya Menjadi Lebih Rusak ?
Di tengah legitimasi terhadap penyimpangan seksual, kita mulai melihat dampak jangka panjang terhadap struktur sosial dan psikologi individu. Dalam masyarakat yang semakin menganggap semua bentuk penyimpangan sebagai pilihan pribadi, kita seperti kehilangan rasa empati terhadap mereka yang benar-benar terluka oleh eksploitasi dan perbuatan seksual yang menyimpang. Ketika segala sesuatu dianggap sah secara moral, maka kita kehilangan kemampuan untuk membedakan antara yang sehat dan yang berbahaya.
Dalam konteks ini, karya sastra memberikan gambaran yang jernih tentang bagaimana seseorang dapat terperangkap dalam sistem sosial yang gagal memberikan rasa aman dan adil. No Longer Human adalah contoh yang kuat mengenai bagaimana individu yang teralienasi mencari pelarian dalam perilaku yang lebih destruktif. Mencoba mengisi kekosongan batin mereka dengan cara-cara yang akhirnya merusak diri mereka sendiri. Penyimpangan seksual dalam banyak kasus bukan hanya tentang keinginan atau nafsu, tetapi juga tentang rasa tidak dihargai dan kehilangan rasa percaya diri sebagai manusia.
Bukan hanya Osamu Dazai, banyak penulis lain yang mengangkat tema ini dalam karya-karya mereka. Misalnya, dalam Indigo Children karya Jean-Claude Carrière, terdapat penggambaran tentang bagaimana dunia yang semakin terbuka terhadap berbagai kebebasan seksual malah mengarah pada krisis identitas. Masyarakat menjadi terlalu fokus pada kebebasan individu sehingga mereka lupa akan tanggung jawab moral terhadap orang lain.
Osamu Dazai: Sastra Sebagai Alat Kritik Sosial dan Jalan Menuju Perbaikan
Osamu Dazai tidak hanya menggambarkan sisi gelap kehidupan, tetapi juga menawarkan pandangan tentang bagaimana individu bisa bangkit kembali dari keterpurukan. Dalam Indigo Children, meskipun banyak karakter yang tenggelam dalam kehancuran, ada titik di mana mereka mulai menyadari pentingnya mencari kembali tujuan hidup yang lebih bermakna. Melalui karya sastra, kita dihadapkan pada refleksi diri yang bisa membuka mata kita terhadap kekeliruan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat.
Dalam hal ini, sastra bisa berfungsi sebagai alat kritik sosial yang efektif untuk mengingatkan kita bahwa moralitas tidak boleh dibangun semata-mata berdasarkan kebebasan individu, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi. Karya sastra Dazai, misalnya, mengajak pembaca untuk melihat kehidupan dengan lebih dalam, menggugah mereka untuk mempertanyakan norma-norma sosial yang seringkali terkesan mengabaikan kesejahteraan individu yang lemah dan terpinggirkan.
Lebih lanjut, sastra juga bisa menjadi medium untuk menyuarakan suara mereka yang selama ini terlupakan atau terpinggirkan. Dalam konteks penyimpangan seksual, sastra dapat menggambarkan penderitaan korban eksploitasi seksual dan dampak buruk dari penyimpangan tersebut. Melalui narasi yang penuh emosi dan perasaan, pembaca diharapkan bisa memahami sisi kemanusiaan yang lebih dalam dari permasalahan ini, yang seringkali tidak tampak di permukaan.
Kembali ke Moralitas yang Sehat
Bagi Dazai, salah satu solusi terhadap masalah sosial yang besar adalah melalui kesadaran diri dan penerimaan terhadap kenyataan hidup yang pahit. Dalam No Longer Human, meskipun tokoh utama terus berjuang dengan perasaan tidak berdaya, pada akhirnya dia menyadari bahwa tidak ada jalan keluar selain menghadapi kehidupan dengan penuh kesadaran dan menerima kekurangan serta kelemahan diri. Meskipun ini bukan solusi yang sempurna, tetapi proses untuk menemukan kembali kemanusiaan dalam diri bisa dimulai dari titik itu.
Jika kita melihat lebih dalam, sastra memang bisa berperan sebagai jembatan antara kebingungan moral yang melanda masyarakat dan pemulihan nilai-nilai luhur yang perlu dijaga. Sastra tidak hanya berfungsi sebagai medium hiburan, tetapi juga sebagai ruang refleksi bagi pembaca untuk merenungkan kembali prinsip-prinsip dasar yang mengatur perilaku kita. Karya sastra yang baik mampu menantang pembaca untuk melihat lebih jauh ke dalam hati mereka, mempertanyakan norma sosial yang berlaku, dan mendorong mereka untuk memilih jalan hidup yang lebih bermoral.
Dalam hal ini, karya sastra bisa menjadi sarana untuk memperbaiki budaya yang melegalkan penyimpangan seksual. Dengan menggali lebih dalam penderitaan dan ketidakberdayaan yang dihadapi oleh individu yang terlibat dalam perilaku penyimpangan. Sastra dapat mengingatkan kita untuk menjaga integritas moral dan melindungi mereka yang lebih rentan terhadap eksploitasi. Sastra juga memberikan ruang untuk merenungi apa arti kemanusiaan sejati dan bagaimana kita dapat berperan dalam membangun kembali masyarakat yang lebih sehat dan adil.
Sebagai penutup, kita harus menyadari bahwa setiap kemajuan dalam kehidupan sosial tidak boleh mengabaikan nilai-nilai moral yang mendalam. Sastra, dengan segala kekuatannya menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk memimpin masyarakat kembali menuju jalan yang benar. Tentu dengan tetap mengedepankan rasa empati dan rasa tanggung jawab terhadap sesama. Kita perlu kembali pada pemahaman bahwa kebebasan tidak boleh mengorbankan martabat manusia. Bahwa dengan melalui kesadaran moral yang tinggi kita bisa membangun masyarakat yang lebih baik.
Penulis : Adnan Guntur
Editor : Imam Gazi Al Farizi
BACA JUGA : Satu Warsa Cakrawala Kata: Books & Coffee, Menciptakan Ruang untuk Berkarya dan Berbagi
Leave a Reply