Platform Netflix baru-baru ini merilis film drama bercampur komedi, namun tetap sarat akan makna. Film besutan sutradara dan komedian, Imam Darto. Judulnya Modal Nekad. Judul yang tanpa metamorfosa, namun agaknya cukup untuk menjelaskan alur ceritanya. Persoalannya berakar dari kemiskinan. Satu fenomena yang begitu dekat dengan sekeliling kita atau bahkan kita sedang di dalamnya. Agaknya film ini memaksa saya untuk menuliskan ulang pesan-pesan yang ingin disampaikannya.
Miskin dan Komedi
Persoalan pelik kemiskinan memang tak usang untuk dijadikan bahan pembelajaran dan motivasi. Kemiskinan yang dimaksud tentu minimnya materi yang didapatkan atau dimiliki. Walaupun kemiskinan juga meliputi miskin moral dan harga diri. Dalam film ini, semua jenis kemiskinan itu coba dihadirkan dengan balutan komedi.
Perjudian misalnya, walaupun penyakit ini tak mengenal si kaya atau si miskin, namun tetap saja si miskinlah yang cocok untuk memerankannya. Terpacu untuk mendapatkan banyak uang dengan modal yang pas-pasan. Tentu bukan bermaksud mengejek si miskin, rasanya film ini mencoba memvisualkan gambaran sulitnya uang itu didapatkan terlebih bagi mereka yang dimarjinalkan oleh sosial. Mau apa lagi ? sulit dapat kerjaan, biaya pendidikan tak masuk akal, kedua orang tua meninggal. Begitulah kiranya awal tiga saudara ini menemukan ke-nekad-an.
Nasib memang tak seindah kenyataan. tiga saudara yang kompak bernasib miskin ini, dihadapkan dengan tagihan biaya rumah sakit ayahnya. Tagihan uang yang begitu banyak memaksa mereka mencari pinjaman bahkan sampai merogoh tabungan. Fakta yang begitu dekat dengan sekeliling kita. Lagi-lagi film ini membalutnya dengan canda tawa.
Kesempatan dalam Kesempitan
Ada saja kesempatan yang selalu kita temukan dalam kesempitan, seperti itulah kiranya kalimat penyemangat dari tiga saudara ini. Tak sengaja berpacaran dengan salah satu pembantu, ia malah menemukan ide untuk mencuri sejumlah uang yang ada di rumah itu. Tak disangka, rumah kekasihnya adalah milik bos mafia judi dan pungli. Disitulah muncul kesempatan yang sudah bercampur dengan kenekadan. Bermodalkan nekad, tiga saudara ini melancarkan aksinya.
Memang benar-benar nekad. Tak ada satupun dari mereka yang punya pengalaman menjadi maling. Hanya bermodalkan kabar burung kalau bos mafia ini tak pernah menyimpan uangnya di bank. Bagi tiga saudara ini, harta mafia adalah sekumpulan hak-hak yang diambil secara paksa dari masyarakat, bahkan si mafia tak segan membunuh siapapun yang menghalangi bisnis kotornya. Itulah alasan pembenaran mereka untuk “mencuri” sebagian hak-haknya yang diambil paksa.
Yang Tersisa dari Si Miskin
Realitas kehidupan yang semakin sulit ditambah dengan kondisi ekonomi yang semakin seret, memaksa individu untuk nekad mengambil keputusan yang bertentangan dengan nilai moral yang dipegang. Dilema dengan pilihan memenuhi kebutuhan dasar atau mempertahankan integritas moral menjadi gambaran sosial kita saat ini. Lalu bagaimana batasan etika moral yang terpengaruh dengan kondisi ekonomi yang tak karuan ?
Realitas yang mencerminkan fakta sosial sehari-hari dirangkum dan divisualkan melalui film ini. Entah kemudian diposisikan menjadi kritik sosial atau memang fakta sosial yang akhirnya menjadi refleksi bagi kita semua. Tak dipungkiri jika nilai-nilai akan senantiasa bergerak menyesuaikan apa yang terjadi. Tak berlebihan jika yang tersisa dari si miskin adalah kenekadan untuk terus bertahan hidup, namun tak dibenarkan jika nilai moral tak turut diperhatikan.
Moral dan Tantangannya
Naluri kebaikan moral adalah awal dari sifat seorang individu. Hal-hal yang berlawanan dengan nilai-nilai moral umumnya disebabkan oleh situasi yang memaksa. Meminjam pernyataan Immanuel Kant bahwa etika moral pada dasarnya sudah tertanam pada tiap-tiap individu. Menurutnya, “kewajiban” dan “niat baik” digunakan sebagai rujukan atas kehendak rasional setiap orang. Lantas bagaimana posisinya ketika dihadapkan dengan realitas seperti halnya di film ini ?
Di sisi lain Kant menegaskan jika kebajikan tidak menjamin kesejahteraan dan bahkan mungkin bertentangan dengannya. Film ini setidaknya mencoba membuktikan apa yang pernah disampaikan Immanuel Kant, Filsuf Jerman di Abad Pencerahan.
Penulis : Imam Gazi Al Farizi
Editor : Muhammad Ridhoi
One thought on “Modal Nekad: Yang Tersisa dari Si Miskin”