Penulis asal Tasikmalaya, Afrilia Utami memulai kariernya sebagai penulis puisi sejak duduk di bangku SMP. Kumpulan puisi terbarunya yang diterbitkan oleh Langgam Pustaka berjudul Sang Penenun Merayakan Patah Hati. Sekilas, puisi ini tampak seperti menggambarkan kehidupannya sebagai momen puitik.
Sang Penenun Merayakan Patah Hati merupakan sebuah kumpulan puisi yang puitis, menggugah, mengajak pembaca untuk menelusuri kedalaman hati yang penuh dengan gejolak akibat patah hati. Dalam kumpulan puisi ini, Afrilia memaksa kita untuk melihat kembali dan merenungi setiap perjalanan untuk dirayakan dengan cara tidak terduga. Afrilia seperti mengatakan kepada semua orang untuk menggali luka sekaligus merayakan keberanian untuk merasakannya, menenun ingatan-ingatan, merekatkan bagian yang hancur, untuk menemukan sebuah kekuatan. Dalam kumpulan puisi ini kesendirian, ketidakpastian, dan keterasingan harus dihadapi.
Keterasingan
Dalam kumpulan puisi ini nampak keterasingan menjadi benang merah yang sangat kuat. Afrilia tidak sekadar menggambarkan patah hati sebagai dasar dan perjalanan romantis yang bersedih-sedih saja, namun juga sebuah kondisi psikologis yang terisolasi dari diri sendiri maupun orang lain. Menurut Sang Penenun Merayakan Patah Hati bukan sekadar luka yang dibiarkan, namun harus dihadapi dengan tegas. Puisi-puisi yang diterbitkan langgam Pustaka ini juga seperti sebuah air yang memantulkan bayangan bulan, bahwa perasaan harus dihadapi bukan hanya interpersonal namun juga hubungan batin.
Menurut Afrilia, keterasingan bukan akhir dari segalanya. Patah Hati, merupakan sebuah titik balik, ruang kosong yang bisa digunakan sebagai tempat untuk merekontruksi ruang kosong. Melalui kumpulan puisi ini pula Afrilia mengajak pembaca untuk melihat patah hati sebagai kesempatan untuk memulai pondasi untuk memproses transformasi yang bukan untuk disesali. Dalam keterasingan ada hal yang memungkinkan untuk dirayakan kehilangannya. Suatu hal yang besar butuh sebuah pengorbanan. Afrilia membingkai patah hati bukan dalam kesedihan, namun sebagai sebuah proses kreatif yang memicu sebuah refleksi pada diri dan kebangkitan batin.
Merayakan Patah Hati
Kumpulan puisi ini mempunyai intensitas emosianal yang menggugah. Afrilia sebagai penulis seperti tidak takut mengungkapkan rasa sakit secara langsung. Setiap diksi yang digunakan penuh keberanian sehingga terlihat melahirkan pergulatan batin yang keberlanjutan dan pembaca akan seperti ditemukan dengan pantulannya. Keindahan kesedihan merupakan hal yang menonjol dari puisi-puisi Afrilia. Hal inilah yang membuat Afrilia dapat menggugah pembaca untuk bukan hanya merasakan luka namun juga merayakan kekuatan yang dapat ditemukan di dalamnya.
Namun dalam kumpulan puisi ini tidak semua dapat berhasil menyampaikan pesan yang jelas. Afrilia dalam beberapa puisinya terjebak dalam kompleksitas metafora yang berlebihan. Seperti puisi “Cawan yang Hilang” . Puisi yang menggambarkan perihal kefrustasian dan kesendirian yang mendalam, namun banyaknya metafora yang dipakai sebagai penghubung yang jelas justru menabrakan pemaknaan hingga membingungkan makna dari puisi itu sendiri. Kita ambil zat hujan dan cawan amarah sebagai contoh terlihat upaya dramatis malah mereduksi kedalaman puisi tersebut. Lalu dalam / sisa cambukkan dalam pigura yang sederhana / meskipun dapat memperlihatkan kekerasan batin dan luka namun tidak dijelaskan dengan memadai cara membangkitkan pemahaman terhadap pembaca. Dengan demikian, meskipun intensitas emosional terasa, puisi ini terlalu banyak berputar pada kekurangan pemilihan diksi sehingga metafora yang diambil justru membentuk kerumitan untuk mengambil pintu keluar.
Namun, hal yang lebih mengejutkan dalam karya ini adalah bagaimana Afrilia Utami menenun kata-kata dengan keterasingan yang mencolok. Afrilia menunjukkan bahwa patah hati adalah sebuah proses yang tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Dalam hal ini, Afrilia memperkenalkan sebuah konsep patah hati yang jauh lebih kompleks dan mendalam, di mana kesendirian menjadi ruang yang memaksa kita untuk menghadapinya dengan cara yang berbeda—tanpa ada embel-embel harapan yang palsu.
Pencarian Diri
Buku ini tidak hanya berbicara tentang kehilangan, tetapi juga tentang pencarian diri yang tak terhindarkan setelah patah hati. Salah satu puisi yang menggambarkan tema ini dengan sangat jelas adalah “Penerbangan Kedua”. Dalam puisi ini, Afrilia menggunakan metafora perjalanan dengan pesawat untuk menggambarkan perjalanan batin yang penuh kecemasan dan pencarian makna hidup. Visual penerbangan sebagai sebuah perjalanan emosional dan spiritual yang penuh dengan ketidakpastian. “Sepasang yang mengudara, menembus kobaran awan origami” menggambarkan sebuah hubungan yang harus melewati hambatan dan rintangan. Awan origami, yang diartikan sebagai rintangan yang tampak rumit namun rapuh, menggambarkan ketidakpastian dalam perjalanan batin ini. Kecemasan pun menjadi unsur penting dalam puisi ini, dengan gambaran “mengudarakan segala kecemasan” yang menunjukkan betapa perasaan yang tak teratasi mengambang di antara dunia nyata dan dunia penuh kecemasan.
Selain itu, Afrilia menggambarkan “aku yang pernah bernanah, dirajam ketidakberartian eksistensi” sebagai bentuk pengungkapan batin yang mendalam, di mana penyair merasa terhimpit oleh ketidakberartian dalam hidup. Penerbangan yang digambarkan bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga simbol dari pencarian diri yang penuh kecemasan. Dalam “Titik tertinggi kita memburu tiket pemulihan”, penyair menyoroti pencarian akan pemulihan yang belum pasti, yang seolah-olah terhalang oleh berbagai rintangan yang tidak terpecahkan.
Meskipun banyak puisi dalam buku ini mengandung metafora yang indah dan emosional, seperti yang ditemukan dalam “Penerbangan Kedua”, beberapa puisi juga memperlihatkan ketergantungan yang berlebihan pada metafora yang justru mengaburkan pesan. Puisi “Cawan yang Hilang” kembali menjadi contoh di mana metafora seperti “zat hujan”, “cawan amarah”, dan “pigura yang sederhana” terasa dipaksakan dan tidak memberi kedalaman yang diharapkan. Metafora yang berlebihan tanpa penjelasan yang jelas justru menciptakan kebingungan daripada pencerahan, yang mengurangi kekuatan emosional dari puisi itu sendiri.
Kedalaman Rasa
Kendati demikian, dalam keseluruhan buku ini, Afrilia Utami berhasil menghadirkan sebuah karya yang menyelami kedalaman perasaan manusia dengan cara yang jujur dan penuh intensitas. Buku ini merayakan patah hati bukan hanya sebagai kehilangan, tetapi sebagai sebuah perjalanan menuju pemahaman diri yang lebih dalam. Penyair berhasil membangun dunia di mana patah hati menjadi sarana untuk menemukan kekuatan dalam keterasingan. Dalam ruang sunyi yang tercipta oleh patah hati, kita belajar untuk berdamai dengan diri sendiri, merangkai kembali potongan-potongan hati yang hancur, dan melangkah menuju pemulihan yang lebih penuh makna.
Namun, di balik kekuatan emosional yang ada, Sang Penenun Merayakan Patah Hati juga menghadirkan tantangan tersendiri dalam hal kejelasan makna dan keseimbangan metafora. Dalam beberapa puisi, kekayaan metafora yang digunakan bisa terasa membingungkan, dan tidak semuanya berhasil menyampaikan pesan dengan cara yang sederhana namun mendalam. Meski demikian, keseluruhan buku ini tetap merupakan sebuah perjalanan puitis yang menyentuh dan memberikan ruang bagi pembaca untuk merefleksikan sendiri pengalaman patah hati dan kehilangan dalam hidup mereka.
Identitas Buku
Judul : Sang Penenun Merayakan Patah Hati
Penulis : Afrilia Utami
Penerbit : Langgam Pustaka
Cetakan : Pertama, November 2024
Ukuran : xvi + 55 hlm., 13×20 cm
ISBN : 978-623-8747-40-5
Penulis : Adnan Guntur
Editor : Imam Gazi Al Farizi
Leave a Reply