Tetangga Kosan Bawa Kucing Peliharaan, Kotoran dimana-mana Sampai Terbangun Mendengar Suara Kucing Kawin

Tetangga Kosan Bawa Kucing Peliharaan, Kotoran dimana-mana Sampai Terbangun Mendengar Suara Kucing Kawin

Pagi hari yang cerah ini, saya lagi-lagi terbangun dalam keadaan kaget. Bukan karena alarm yang teramat nyaring dan bukan pula karena telepon dari teman yang mengabarkan kalau dosen mengadakan kelas dadakan. Tapi dikejutkan oleh suara kucing kawin di atap kos yang riuhnya melebihi konser dangdut di kampung. Saya membuka kamar kos hendak melangkah ke kamar mandi dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. Mata pun masih sepet akibat begadang mengerjakan laporan praktikum.

Kotoran Kucing dimana-mana

Baru beranjak satu langkah, namun kaki dingin ini sudah menginjak seonggok tai kucing hangat yang nangkring di atas karpet depan pintu kamar. Sial, saya mengawali hari dengan kesialan yang datang bertubi-tubi. Tentu saja saya hanya bisa menarik napas pasrah lalu pergi ke kamar mandi dengan kaki terangkat satu agar bekas tai ini tidak berceceran dimana-mana.

Sebenarnya, pengalaman tak mengenakkan mengenai kucing ini sudah pernah terjadi sebelumnya. Seonggok tai di sudut kos dan bau pesing yang menyeruak sudah menjadi makanan sehari-hari semenjak dua minggu terakhir. Lebih tepatnya saat ada anak kos baru yang membawa anabulnya. Tentu saja anak kos lain sudah protes pada pemilik kucing yang mengaku dirinya Cat Lovers itu. Hasilnya? Sama saja. Kucing tetap berkeliaran dan berbuat
sesuka hatinya.

Kos yang awalnya adem ayem pun kini menjadi apartemen bagi kucing yang doyan pipis dan berak sembarangan. Musim kawin kucing memperparah segalanya karena membuat kucing jantan liar sering mengunjungi kos untuk berpacaran dengan kucing tetangga. Membuat tempat ini layaknya apartemen atau bahkan bisa diibaratkan sebagai kos LV khusus kucing. Kos pun selalu riuh akibat suara kawin, tentunya suara kucing tetangga kos dan kucing liar jantan yang herannya selalu berbeda di setiap harinya. Saya yakin, pasti sebentar lagi kucing itu akan memiliki anak dan kos ini benar-benar menjadi apartemen bagi kucing.

Beberapa hari yang lalu, ibu kos datang dengan raut muka masam untuk menegur tetangga kos saya. Tentunya, ibu kos tahu mengenai hal ini dari anak kos yang melapor padanya, termasuk saya. Teguran ibu kos bisa membuat kucing itu dikurung dalam kamar kos selama beberapa hari sehingga tidak bisa membuat kekacauan lagi. Namun, entah mengapa hari-hari berikutnya masih saja ada seonggok tai kucing di sini.

Saya Bukan Pembenci Kucing, Tapi Kalau Begini Caranya ya Bikin Pusing Juga

Perlu saya tegaskan, saya bukan pembenci kucing. Justru saya menyukai kucing dan memiliki beberapa kucing di kampung halaman. Namun, jika memang tidak bisa bertanggung jawab pada hewan peliharaan, alangkah baiknya jangan memelihara mereka. Jangan sampai hal yang kita sukai ini merugikan orang lain. Bayangkan, sudah capek-capek kuliah, saat pulang malah menemukan seonggok tai hangat atau sandal yang dijadikan tempat pipis bagi kucing.

Menegur pun bukan perkara gampang. Pernah saya protes seperti ini, “Mbak, kucingnya buang air di depan kamar saya.” Lalu, jawabannya hanya, “Ya ampun, sabar ya. Namanya juga hewan tak berakal.” Kalimat itu disampaikan dengan nada empatik yang memberikan kesan bahwa saya adalah manusia tanpa hati. Padahal, saya cuma manusia biasa yang ingin pulang kuliah tanpa harus mengepel karya-karya kucing itu. Memang betul hewan tak berakal, namun sang pemilik harusnya memiliki akal kan? Saya tidak berharap ia membersihkan tai-tai itu, tapi setidaknya ia minta maaf dan introspeksi atas perilakunya.

Cat Lovers itu Bukan Hanya Indah di Media Sosial Aja

Pengalaman yang saya dapatkan ini menyadarkan saya bahwa jadi Cat Lovers itu bukanlah sekedar memberi makan, memfoto-foto, dan mengunggahnya di media sosial saja. Menyayangi kucing haruslah disertai dengan rasa tanggung jawab mengenai kebersihannya dan batasan ruang untuk kucing tersebut karena tempat seperti kos ini kan fasilitas bersama jadi wajib untuk saling menghargai antar penghuni di dalamnya. Memiliki hewan apalagi yang lucu seperti kucing atau anjing memang sedang menjadi tren di media sosial. Banyak orang mengadopsi kucing untuk dijadikan feed atau story di media sosial. Sayangnya, ketika kucing itu mulai sakit, hamil, atau berulah, seringkali orang-orang tersebut langsung membuangnya begitu saja ke jalan. Lalu, apa yang terjadi pada kucing terlantar itu? Kemungkinan mereka akan jadi kucing liar, sama seperti pacarnya kucing tetangga kos itu. Mereka bisa saja merusuh ke rumah-rumah untuk mendapatkan makanan atau mungkin mencari tempat berlindung.

Terkadang saya berpikir, mungkin sebagian dari orang-orang itu lebih mencintai citra diri sebagai penyayang kucing daripada benar-benar mencintai hewan itu sendiri. Saya tahu tidak semua Cat Lovers seperti itu. Ada yang benar-benar bertanggung jawab, tahu etika, dan bisa diajak ngobrol tanpa merasa paling suci. Tapi buat yang merasa cukup memberi pakan dan membuat konten lucu di story lalu lepas tangan? Tolonglah, kalian ini Cat Lovers atau Content Creator? Jangan ngaku Cat Lovers kalau belum bisa menyayangi sepenuh hati. Jangan lupa pula untuk menghormati antar sesama agar orang lain tidak terganggu dengan hal yang kalian sukai itu. Ingat, orang lain pun ingin menghirup udara pagi yang segar. Bukan malah aroma tak sedap akibat kalian yang tak peduli pada peliharaan sendiri.

Penulis: Nayla Richty Ramadhani

Editor: Imam Gazi Al Farizi

Baca Juga: Dekoding Sejarah, Bukan Sekadar Ngoding Masa Depan atau kolom esai lainnya

Nayla Richty Ramadhani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *