Buruh Tani Berjalan Mundur
Di antara kilauan lumpur di tengah sawah
Kaki-kaki keriput itu melangkah
Mundur menolak maju
Enggan menenggelamkan padi-padi yang telah tertanam
Seharian bergelut dengan terik matahari membara
Hanya disapa upah kertas bergambar Insinyur Djuanda
Melihat peluh yang tak lagi mencela
Menerima nasib berkawan lapar menjerit
Dihimpit harga beras buah hasil tangan mereka
Buruh tani tergusur nyanyian swasembada
Mesin-mesin turun menjajah lapak bekerja
Elit marhaen berebut kuasa, untuk apa membela?
“Si miskin” buruh tani tak kuasa menahan hina
Dengung PHK
18.610 pekerja dihantam PHK
Sepanjang 2025 buruh dihinggapi bencana
Sritex puluhan tahun berjaya
Tumbang membunuh ribuan nyawa
32 tahun Marsinah tiada
Suaranya tetap lantang menyerupa
Berbaris di serdadu tanpa pelana
Menagih kesejahteraan kaumnya
Gelombang PHK yang makin menyiksa
Hak-Hak buruh yang sekadar omon-omon belaka
Suara buruh yang sekadar komoditas pemilihan raya
Penguasa seolah lupa
Berkuasa hasil menjilat kaum pekerja
Bukan sebatas berkongsi dengan pengusaha
Cuaca tak lagi mendung sepenuhnya
Namun angin PHK masih hangat terasa
Menyapu siapa saja yang tak lagi berguna
Nasib pekerja di akhir cerita
Preman Yang Dipelihara Negara
Entah sejak kapan Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 beralih makna
Rakyat miskin dipelihara negara
Menjelma menjadi preman dipelihara negara
Atau segerombolan preman itu memang rakyat miskin sepenuhnya?
Akal-akalan berlindung di balik Pasal 28E ayat 3
Tak ubahnya musang berbulu domba
Jelaga beterbangan mengotori ruang-ruang usaha
Investor dicabik, rakyat kecil dicekik
Mungkinkah petrus kembali mengudara?
Omon-omon saja
Komoditi menggiurkan peliharaan rezim berkuasa
Peraup suara yang tetap terjaga
Leave a Reply