Keluarga Kecil Kami
Kesabaran adalah ujung
iman kami saat bombardir
harga-harga kebutuhan naik
Ayah dan ibu berkelit
karena hidup makin sulit
Ayah mengusul ke Ibu
untuk meminjam lagi ke Bu Siti
atau ke toko kelontong Bu Juwari
jika masih tidak dibolehkan di keduanya
cara satu-satunya adalah ke Bu Niken,
si rentenir yang tega hati.
Tapi, semua usulan ayah
ditolak oleh ibu,
“Hutang kita sudah menumpuk”, ketus Ibu.
Pemandangan seperti ini
kerap kali menghampiri.
Entah mau bagaimana lagi,
padahal Ibu dan Ayah
kerja hampir setengah mati.
**
Ayah setiap malam
selalu menghampiriku
menjanjikan pendidikan
agar aku tak sepertinya
Adapun Ibu, dengan
kata maaf nya selalu
bilang padaku,
“Nak makan ini dulu ya..
Maaf hanya ini yang kita punya.”
Aku terkadang juga
membantu sebisa tenaga
mengumpulkan sampah
yang bisa terjual
sedikit demi sedikit.
**
Kami selalu menyempatkan
syukur didepan nasib.
Keluarga kecil ini harus punya
daya dan upaya yang besar
Karena janji negara memberantas
kemiskinan cuma sebuah pidato basi.
Dan kami paham betul
sulit hidup kami.
Tetapi kami masih percaya
ada Tuhan masih bersemayam
di gubuk kami tinggali ini,
Daripada di rumah-rumah
bertingkat dan ber-pernik marmer.
2025
Pengemis Tua
Disandarkan punggungnya
pada tiang lampu yang berada
di pinggir perempatan jalan
Ketika lampu bertanda merah
Ia dengan susah berdiri
Dilihatnya dari jauh segerombolan mobil
berplat merah dengan nomor plat
yang dipastikan itu Bupati
Karena tak sebentar Ia mengadu nasib di situ
Ia paham lalu menepi lagi karena Ia hafal betul
tak mungkin mobil semacam itu
berhenti ataupun mampir menghampirinya.
2025
Kolase Sebuah Kota
Banyak pencarian dan pengharapan
remah nasib mengacungkan jari
dibawah gedung berlantai tinggi
Kota adalah tempat mata pencaharian
bisa didapat dengan upah yang lumayan
Sentralitas terbentuk dari persepsi
masyarakat dengan cita daya beli
melebihi kapasitas tak tahu diri
Mengejar mimpi kesuksesan
yang dibentuk berdasarkan
banyak materi dan jabatan tinggi.
2025
Puisi Kehancuran
O, Janji leluhur tentang lampau
Semerbak wangi tanah dan
Hijaunya pepohonan daun-daun
Nilai-nilai masih tertanam
dan mengakar dalam
tubuh masyarakat yang
kita kenal sebagai
manusia yang tertinggal
Para danyang penunggu
yang tinggal dalam lubuk sunyi
di ruang yang tak kita kenali
Setelah zaman ini datang
tanah yang indah perlahan
dihapus, dibumihangus
karena pembangunan tak
mengenal danyang
Mesin penghancur tak
paham artikulasi
seorang manusia
Pasak-pasak dipasang
angkuh tembok akan berdiri
Peradaban baru telah datang
Negara bangsa yang lupa siapa sejatinya!?
2025
Leave a Reply