Ayah Bekerja Sebagai Petani
Ayah menakar nasib dari remang-remang pagi
Melipat pinggang linu dan menyimpannya di lemari umur setengah petang
Lalu ia berangkat menyibak halimun dengan cangkul di pundak
Ayah bekerja sebagai petani di sawah dingin yang tergenang air compang-camping
Langkah Ayah tenggelam bersama kepasrahan garis-garis sawah; kadang terasa samar-samar luka
Mimpi keluarga jatuh ke tanah basah harapan
Alir menuju tambak air matanya sendiri
Hingga matahari mulai terik menuntun bangau-bangau rindu kubangan
Dan Ayah pulang sembari menyembunyikan lelah dirinya kepada sungai keringat
Doa-doa bersemayam pada mata Ibu
Mengusir ragu keruh di mata Ayah
Setia Ibu menyasar cakrawala
Setiap usaha Ayah menyemai buah padi
Hendaknya tumbuh menjadi panen kecukupan
Padang, 2025
Ibu dan Puasa
Rumah sedang tertidur pulas
Detak jam semalam suntuk meronda sepi
Ibu dengan sepasang tangan mantra memasak harapan kami dan menanak jiwanya sendiri “Ayo, makan, nanti keburu imsak”
Lantas seisi rumah, mata mekar di kelopak kantuk
Menggelar upacara sahur sebelum Tuhan datang membasuh hati kami di sungai subuh
Kemudian kami berjalan menuju magrib
Dan di baliknya kutemukan ibu menghidangkan kebaikan ibadah
“Batalkan puasamu segera, Tuhan menunggu”
Demikian mata dahaga tak lagi mengenaliku
Sebab aku telah memiliki tubuh berbuka
Padang, 2025
Sepasang Mata dan Senyuman
Sepasang matamu adalah mesiu
Butuh satu kedipan sebagai pemantik
Tumpukan kata-kata jerami terbakar
Hangus di dada yang berabad dipanen waktu
Senyumanmu adalah bulan sabit
Kilau indah menikam gulita
Membelah haribaan ombak pikiran
Isyarat yang berdesir menyebut namamu
Antara keduanya kau menulis sajak rindu
Dan jantungku menafsirkannya dengan degup
Lalu lengan hujan lebih panjang memeluk mataku
Memulangkan senyumku yang telah merantau di kota kemarau
Padang, 2025
Ayah Pulang dan Ibu Adalah Rumah
Sepulang kerja, setelah ayah mengaitkan jiwanya pada seutas mimpi.
Jantung ayah selalu mencari sepasang mata ibu yang nyala rindu
dan mengeja sengkarut sepi di detak jarum yang menyimpan suara ibu.
Sungguh, aku pernah membaca bahwa ayah kerap menulis di punggung jendela:
“Selesai seharian di luar dan mendapati rumah sedang kosong, sesungguhnya aku tak benar-benar pulang. Sebab rumah adalah engkau, bagaimana salam dan senyummu menyambutku.”
Sebagaimana tempo hari ayah merapikan kusut asa sembari menaruh linu di pekarangan beranda. Aku menyaksikan cinta bekerja seperti mantra. Ayah di ambang pintu dan di baliknya ada ibu. Di sana, ayah terlahir kembali.
Padang, 2025
Seusai Bertemu
Kening malam tersisa kecupan senja
Kenang jingganya melekat kentara
Mengenakan pelukan rindu di teras rumah
Sejawat cawan senyum terlalu manis gula
Serupa pungguk menyibak gelap dengan
kepak tak rela
Susah tidur mengekori kepala
Sepi tumbuh lebih cepat daripada dini hari
Rawan porak-poranda bertuan pada hati
Ranjang tidur menjelma kolam ikan mimpi
Langit-langit rumah tempat doa menembus
Bima Sakti;
Ruang hampa kembali
Melayang sendiri menanti kekasih
Padang, 2025
Mati Rasa
Lorong-lorong kepala yang sendat dan lindap
Membudakku tentang cahaya di ujung waktu
Tiada siapa pun mendengar bahkan kesunyian
Pada ceruk dada pembuangan mayat harapan
Detak jantungku terkubur bersama tulang belulang senyap
Sedang senja merah memakan bulan basi
Lalu mengimani kematian sebagai hidup yang dipenuhi api hitam
Padang, 2025
Raib
Lantai keramik itu berlumpur
Bercak-bercak memenuhi bagiannya
Tertenteng oleh dingin setapak kaki yang asing
Menuju kamar yang girang karena punya penghuni kecut
Di barat sana, tak ada yang tahu ujung samudra
Angin beranjak dari nyiur lambai kepada senja lupa warna
Membangkitkan air laut ke cakrawala
Membawa kabar hujan palung paling duka
Bongkahan demi bongkahan pada goa tambang emas dilakukan
Meski meja makan masih terhidang mangkok bundar sumbing samping
Padahal sudah melingkari musim kawin
Namun gempa waktu merenggut pintu masuk; selamanya
Sementara jiwa yang rapuh adalah lemari es
Seperti tampak depan berlinang stiker-stiker kekasih
Tapi dipaksa copot hingga membekas morat-marit
Dan dibiarkan seorang diri membeku sepi
Separuh isinya dirampas pergi
Lalu membusuk segala sisa di dalamnya
Padang, 2025
Leave a Reply