Grafir hari lahir
kau bermimpi bila kelak lahir
tak ada gerimis memandikanmu
tapi masih ada rembesan di langit-langit
juga jerit riuh kian pasi
menyingkap subuh. tangismu dalam tangis
seorang ibu yang membentengi kutukan
seperti tali haduk yang diikat
pada sekeliling rumah
serupa guruh penangkal setiap tenung
jahat perempuan telanjang turun gunung
setelah ayat pertama digumamkan
setelah seorang bidan membungkusmu
dengan kain lena
dan berbisik di dua daun telingamu:
“tangis pertama adalah air mata pertama
yang belum jadi
air mata.”
lalu ia serahkan kau kembali ke punuk rahim ibumu
tulah telah ditangguhkan dan maut
mencatut namamu
sebelum jadi nama
yang kelak disalintempel ke permukaan batur
sebelum jadi mala
getar gitar terdengar getir
di ambang gerha yang hendak rubuh
mencari intim demi intim
seorang asing yang jauh
tandas air susu diganti air
cucian beras
menetes-netes di ujung bibir
namun itu semua cuma ingin
sebab kau masih mengulang mimpi yang sama
kesekian kalinya
sebab tuhan tak sedang mencurangi takdir
ia menyaksikan ibumu tarik menarik
dengan kematian
Ramadhan 2025
mari runcingkan telinga
dengar detak jantungmu yang nyaris berdering
di lengang trotoar
atau atas sajadah
mengaji ayat-ayat tak tercatat
di kitab manapun
mari tajamkan mata
hantu lahir di mana-mana. kau takut
memandang cermin;
seseorang mungkin tak lagi mengenal dirimu
yang lebih kerap bermukim
dalam candu
hantu-hantu digital
mari kosongkan kepala
media sosial terlalu banyak merampas
identitas
dan kebahagiaanmu yang pas-pasan
kita musti antri
memberi judul kepada diri sendiri
jangan pulang tanpa tutup akun
barangkali tuhan mampir
di rumahmu
di mana kau arsipkan
berjibun kemarahan dan kesedihan
di luar urusan melacak tuhan
aku tak tahu mengapa kau lebih sering
menyalahkan negeri ini
dibanding hidupmu yang disfungsi
mengapa kau melulu menyerah
merekonstruksi harapan-harapan
yang selalu hampir menyentuh tubuh
kau berkompromi agar jadi normal dan masuk akal
sebagai syarat hidup bergaji
meski dunia begini rapuh
begitu tak utuh
seperti lebaran tanpa nastar di ruang tamu
mari bersihkan bibir, bereskan rasa getir
dari bekas ciuman sebelumnya
menarilah menari
untuk dirimu sendiri
Mencari tuhan di seach engine
selamat berdukacita
anjing dan amin diucapkan dalam sekali napas
usia dihela. terbata-bata dan terbatas
siapa dikebiri ajal
sebelum sempat tandas
kata kata terakhir
jika maut datang hari ini
takada belati yang kupercaya mampu membedakan
mana mangga dan urat leher
takada agama yang mahaagama-takada yang terlampau sublim
sebab manusia tak akan sanggup menerima kebenaran
sesederhana tanya seseorang: apakah hantu dan tuhan
adalah sinonim?
tuhan bersabda: jangan cari aku di balik busana panjang, kotak sumbangan,
amin paling lantang, meme-meme penjaja iman, search engine,
dan rumah-rumah pemujaan
jika hati masih bertimbun-timbun kebencian
Gaudium et spes
kami ketuk pintu rumah sakit
meminta sirine keselamatan yang melengking
dari kwh ekonomi sulit
kami lipat puja puja pada agen tenaga kerja
pada program semanis tebu dan janji janji berdebu
pada gerung fufufafa
terimalah tubuh ini, terima semua derita
yang terus menerus numpang rawat
seperti benih jerawat
kami masih gampang kagum dengan rancangan
pembangunan kota
dan kehidupan imajiner di pinggiran
jangan tidurkan kami tanpa tabur bunga
tanpa sepat ingus tetangga
siapkan cangkul
untuk mengubur harapan dalam dalam
nasib teruk sebegini spam
setiap hari, setiap datang dan pergi
derita diunduh bergiga giga bita
kami susun mimpi
serupa batu bata
serupa kata kata
selalu tak pernah tuntas
Leave a Reply