Kenapa aku terus terpaku
aku menatap ke atas sana
di langit
tempat matahari tersematkan
jangan dikira sedang mencari tuhan
atau istri yang tak kunjung datang;
itu mah cuma bualan iwan simatupang.
dasar orang gila!
silau. perih.
mataku berair.
ini adalah cara alam mengatakan,
“sudahlah, jangan sok keras kau.”
tapi kan
biar sakit.
biar tahu.
timbullah rasa jengkel,
tentang kenapa aku terus terpaku
pada yang paling biasa.
terbit. terbenam.
sudah berapa juta kali
masih saja sok misterius.
(Jambi, 2025)
—
yang bertahan dan bosan
segala yang hidup
tak benar-benar ingin hidup:
matahari muncul hanya karena waktu terbitnya telah tiba
burung terbang sebab langit yang cerah tidak selalu penuh
dan aku masih di sini
karena mati butuh banyak tenaga.
aku pun menulis,
bukan untuk dibaca
tapi karena diamku
terlalu membuat keributan di kepala.
mungkin nanti malam
bulan juga bosan bersinar.
dan kita
akhirnya sepakat,
bahwa berharap
adalah pekerjaan yang melelahkan
dan tak digaji.
(Jambi, 2025)
—
Harapan seperti kupu-kupu
harapan, seperti kupu-kupu
rapuh, tapi terlalu percaya pada angin.
Sayapnya satu-satu dicabut
oleh jari-jari nakal
yang tak tahu arti lembut.
kau menatapnya,
tak sempat berkata,
saat ia jatuh
dan diinjak begitu saja
oleh sepatu yang tak tahu arah.
di tanah,
ia bukan lagi makhluk terbang,
hanya noda
yang pelan-pelan hilang,
bersama mimpi
yang tak sempat jadi terang.
(Jambi, 2025)
Leave a Reply