Sebelum Pemakaman
Sebelum jenazah dimakamkan,
di meja makan,
sekelompok anak tanggung memburu kudapan, diam-diam.
Tahu sebentar lagi manusia kelaparan.
Mereka lahap buku satu-satu,
tetap tenang,
disembunyikannya suara lembar per lembar halaman,
biar tak satu kertas pun berselarik kencang;
takut sampai ke pemburu kebebasan
dan para utusan,
entah bagaimana, bisa saja ketahuan.
Jam Gadang berdenting,
pemakaman segera dilangsungkan.
Jubah hitam, alkitab di tangan,
sorban di leher, tasbih dikuatkan,
amitabha terdengar.
Doa-doa melesat,
amin-amin berhamburan.
Semoga negeri ini diterima dengan baik di sisi Tuhan.
Dalam Diam Bapak Pedagang, Malam Ini
Keningku kusut.
Bibir cemberut.
Mataku—mata pedagang
yang pulang dengan
sekeresek bohong
buat makan malam.
Angin ribut berembus kencang
dari lubang hidungku;
panas, seperti desah napas naga api
yang tenangnya diusik
penjelajah gua tak tahu diri.
Langit runtuh siang tadi,
anak-anak meruntuhkannya.
Raja masih anteng di singgasananya.
Dan aku masih memikirkan
sekeresek bohong
buat makan malam.
Mungkin di lain hari,
makan janji lebih kenyang
serta menenangkan nasib.
Nyanyian Dosa
Konon,
lagu pengantar tidur
seorang raja
ialah nyanyian dosa-dosa
yang disenandungkan
dayang-dayangnya
di empat tiang
ranjang kasur.
Yang membawanya
ke surga,
hingga kematian
membangunkannya.
Baca Juga : Surabaya; Kota Hujan Api dan Puisi Lainnya Karya Ahmad Farid Yahya
Leave a Reply