“Pada saat bersamaan, kita dikejar dan mengejar waktu”
Penjual Waktu
Dulu, tak ada yang mencari waktu
Meski hanya petromax semata,
Semua butuh usaha
“Menyala dalam kesederhanaan yang ‘bersih’”
Begitu kata,
Bapak
Dulu, tak ada yang mencari waktu
Meski hanya sepeda onthel,
Semua sungguh-sungguh belajar
Bergerak dengan tertatih-tatih,
“Lihatlah hasilnya, akan beda nak”
Begitu kata,
Bapak
Dulu, tak ada yang mencari waktu
Meski harus menggendong padi dari sawah ke rumah,
Semua bekerja dengan ikhlas
Dibersamai Sang Maha Kuasa, bukan yang berkuasa
“Kita harus tetap ‘ingat’ nak”
Begitu kata,
Bapak
Sore itu, aku ingat semua pesan bapak
Berangan-angan di bawah hujan
Bagaimana jika penjual sepatu bekas itu
Berubah menjadi penjual waktu
Akankah dagangannya
Laku?
Tasbih Waktu
Kemarin kau seperti hendak bertasbih
Butirnya mengantre dari balik jari telunjuk
Yang lusa kau gunakan untuk menunjuk
Aku yang mungkin,
Tak tau
Apa-apa
Hari ini, ku lihat kau bersipu,
Dari balik tudung lugu
Suaramu merambat, menghambat
Langkahku yang mungkin,
Tak salah
Apa-apa
Lusa, ku lihat kau ke tempat peribadatan
Membawa semacam tasbih
Bertumpuk dalam genggam
Berkumpul, berpisah, mengusir
Kehendakku yang mungkin,
Sudah tau
Kau selalu, begitu
Raib
Ada yang hilang dari waktu
Jarumnya dibungkam
Angkanya dicuri
Kerangkanya reyot
Ada yang hilang dari jam
Masanya usang
Kenangnya membayang
Lalu kami tak bisa kembali lagi
Ada yang hilang dari usia
Mata sembab ibu,
Mata ceria bapak,
Mata-mata adik
Ada yang hilang dari negaraku
Ada banyak,
Banyak
Sekali
Baca Juga : Keluarga Kecil Kami dan Puisi Lainnya Karya Fhirhan Akbar
Leave a Reply