Militan Burung Dara Milik Tetangga
Aku sibuk menyeduh
secangkir alegori,
begitu juga cuaca menyambut
sebuah firasat muram
macam menengok api neraka.
Gema geruduk langkah kaki
militan burung dara milik tetangga
mendarat tepat di atap rumahku,
persis buruh merayap rusuh
ke atap kereta ekonomi.
Bagai mengunyah roti tawar pucat basi,
mereka tampak terjangkit sampar.
Tak kuasa menampung rasa lapar
dari sang majikan yang seringkali
suguhkan abad kekosongan.
Tak sanggup ingin meletup
hingga ujung kutub utara
ketika mencium molekul ikan tuna
di pojok beranda rumahku.
Aku menyaksikan semuanya
dari balik jendela:
bagaikan revolusi Old Major
lantangkan propaganda
di Pekarangan Manor.
Sekelebat melahap
semangkuk whiskas,
membuang lendir putih
membabibuta di sekitar teras,
serupa para titan
terobos Tembok Maria
memangsa Bangsa Eldia
menyisakan hamparan
bangkai manusia.
Sementara kucingku
hendak balik badan,
meratap nasib, kian raib.
Perihal sarapan miliknya
kini dijarah,
serupa domba kelas pekerja
memungut tumpukan
sembako tumpah
di tepi jalan
tanpa rasa bersalah.
2025
Udara Segar Menjelang Subuh
Aku tak sengaja menghirup
udara segar menjelang subuh,
serupa harum cairan porstex
membasmi lekat lumut
di keramik bak mandi.
“Mengapa udara begitu segar menjelang subuh?”
“Sebab, udara belum terkontaminasi oleh nafas
orang munafik yang menolak bangun subuh.”
Tuhan menjawab dengan nada terkekeh.
Seketika aku merasakan sesuatu:
serupa kilat panggilan alam,
dadaku terketuk lekas pergi
menuju sidang di atas gelar sajadah.
2025
Puan Larung di Banyu Menua
Di kawasan keruh banyu
kian belajar menua,
Ia bersaksi tak kuasa
menyaksikan kedatangan
puan penuh lebam
larung berpangku pada malam
serupa bunyi patah
dari dahan pohon
sebab disantap oleh sang usia.
Dinyatakan lenyap
dari ucap lidah bunda
ketika lelah berjalan
mencari sebuah nama
seumpama kabarduka
tentang wafat
jemaat lansia
disiarkan dari megafon
suraumu.
Saat itu pula ketika banyu keruh
mulai menua, Ia senantiasa
ingin menjemput tubuh puan
penuh bekas raba
untuk tinggal bersamanya
—selamanya,
serupa biarawati menyambut
perjumpaan anak ketika
lupa jalan pulang
untuk rebah dan bermukim
di rumah panti.
Begitulah kisah ini ditayangkan
terpaut dalam layar breaking news
dan tercatat dalam memori nelayan
yang enggan mengaku
menjadi musang birahi
ketika bersuara bila dirinya
menolak menyentuh lagipula
menjajalnya.
2025
One thought on “Militan Burung Dara Milik Tetangga dan Puisi Lainnya Karya Cahaya Daffa Fuadzen”