“Skripsimu sudah sampai mana?” Pertanyaan inilah yang selalu keluar dari mulut teman-temanmu. Niatnya mau basa-basi, karena tak ada lagi intro topik yang lebih menyeramkan daripada skripsi itu. Sekalipun menyebalkan, kadang pertanyaan semacam itu perlu dan penting untuk selalu ada. Apalagi kalian para mahasiswa yang hampir terjerumus masuk semester dua digit.
Memang getir rasanya. Saya pun pernah merasakan itu, tepatnya saat tak ada satupun alasan untuk mengerjakan skripsi. Jangankan mengerjakan, mencoba membuka file proposalnya pun malasnya setengah mati. Semua berubah, saat ada salah satu teman yang memberi kabar dia akan segera sidang. “Cukkk.. de’e ae isok, mosok aku gak isok?” Demikian kiranya gerutu hati kecil saya. Dan pada akhirnya dalam kurun waktu kurang lebih 3 bulan. Saya tuntaskan juga barang itu.
Rasanya perlu untuk menceritakan apa yang sudah saya jalani. Entah selanjutnya sebagai ajang “manas-manasi” atau “memotivasi”? Itu terserah saja. Saya juga tahu seberapa menyebalkannya merangkai kalimat yang ndakik-ndakik itu.
Skripsi yang Baik adalah yang Selesai
Kalimat masyhur yang semua orang pasti tahu. Walaupun kayaknya ini kalimatnya belum benar-benar utuh. Ada hal “baik” yang tak bisa asal-asalan untuk selesai begitu saja. Ada etika penelitian dan keabsahan data yang tak boleh ditawar. Terlebih, strata sarjana mengharuskan kita memahami sebuah teori. Syukur-syukur jika mau mengembangkannya.
Sekilas kalimat itu terdengar klise dan penuh pesimisme, tapi yakinlah kalau skripsi itu sudah selesai, berarti kalian memang sudah paham dengan teori yang digunakan. Sekalipun tak paham, setidaknya kalian sudah tahu alur berpikirnya. Sekalipun tidak tahu alur berpikirnya, nah itu jangan-jangan kalian asal di ACC saja atau bahkan malah pakai jasa joki.
Skripsi Bukan Hanya Untuk Si Pintar
Pintar dan paham saja tak cukup untuk mengerjakan barang satu ini. Itu semua penting tapi tidak penting. Penting untuk proses pengerjaannya, tidak penting untuk mengawalinya. Misalnya saat sudah sampai di bab pembahasan, paham teori itu menjadi hal yang amat penting untuk dilakukan. Beda hal saat kamu baru akan memulai, tidak paham teori itu tak jadi masalah, ceritakan saja ke dosen pembimbingmu. Kalau nggak dapat makian, ya dapat pencerahan, hehehe… Pasti dapat pencerahan kok!
Inilah kenapa kok saya menyebut skripsi bukan hanya untuk “Si Pintar” saja. Walaupun saya sendiri tak mampu mengkategorikan Si A itu pintar atau bodoh. Sebut saja, pintar adalah mereka yang mudah memahami teori dan kerangka berpikirnya, kalau bodoh berarti kebalikannya. Kalau boleh meminjam ucapan Bob Sadino “Orang bodoh itu nggak banyak mikir, yang penting terus melangkah, Orang pintar itu kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah.” Nah kalau kamu merasa masuk di kategori “bodoh”, coba pakai kalimatnya Bob Sadino itu. Tetap dan terus melangkah.
Skripsi Itu Murni Urusan Mentalitas
Tak jarang seseorang akan merasa stuck saat tak lagi mampu melawan rasa malasnya. Memang, rasa malas kalau terus dituruti akan menjadi rajin malas atau amat rajin dengan berbagai urusan males-malesan. Rupanya ini jadi penyebab terbesar skripsi tak kunjung usai, sekalipun sudah ditemani pacar saat mengerjakan. Memang sikap satu ini seperti sudah jadi bawaan sejak lahir, tanpa perlu repot-repot ikut retret atau pelatihan sekalipun.
Setelah saya nikmati rasanya mengerjakan skripsi, sebenarnya ini lebih tepat disebut ujian mentalitas. Menguji keteguhan dan kualitas mental yang kita miliki. Bayangkan saja, bagaimana kondisi mentalmu saat teman-temanmu sudah membuka lakban di banner murahan itu? Seperti apa situasi mentalmu ketika orang tuamu sudah berulang kali menanyakan kapan tanggal wisudamu? Bagaimana tragisnya perasaanmu saat ada pesan WhatsApp yang tak kunjung dibalas dosen pembimbingmu?
Ini benar-benar dirasakan bersamaan, hampir tak ada jedanya. Tak ayal jika perlu rehat sejenak, itung-itung memperpanjang fase kewarasan kita. Kalau tak pandai mengaturnya, saya khawatir infus tiba-tiba terpasang di tangan kanan kita.
Selesaikan lalu Ucapkan: “Ahh, Gini Doang?”
Sudah, kayaknya sudah dua menit waktumu terbuang untuk baca tulisan ini. Saya langsung kasih tutor aja kalau begitu. Pertama, ambil dan nyalakan laptopmu. Kedua, buka file yang namanya kira-kira [proskrip fix paling final]. Ketiga, mulai ketik apa yang seharusnya kamu ketik. Keempat, lakukan itu kira-kira setiap pukul 18.30 – 22.00 atau kapanpun semaumu. Kelima, kerjakan rutin sampai nanti ada judul bertuliskan Daftar Pustaka.
Kalau sudah selesai semua, jangan lupa teriak dengan tangan kiri menunjuk layar laptop sambil mengucapkan, “Ahh, gini doang ternyata…”
Penulis: Imam Gazi
Editor: Alvindest Martial
BACA JUGA: Organisasi Budaya Tanpa Budaya Organisasi
Leave a Reply