BRANTAS; DAHA-HUJUNG GALUH
apa yang memisahkan tanah-tanah rekah?
sulur-sulur sunyi menggerayang
di balik selimut seranjang
tanah dan batu menunggu
diam tak memulai
selagi kendi mengucurkan
batas yang menghujani alas
mencipta Brantas
hingga ke ujung
tempat kapal-kapal mengapung
mengarung ke relung palung
menopang segobang
segobang remang
dari Daha ke Hujung
Galuh tersemih lenguh
yang entah sampai pupuh
ke berapa akan terbasuh
Lamongan, 21 Oktober 2024
DHARMAWANGSA; METAMORFOSA
mengeja dharmawangsa
ruam-ruam kota
yang sedikit menyisa cerita
seribu tahun nestapa
mahapralaya
di hari bahagia
pernikahan hikmad
berubah kiamat
pedang melayang
menebas hulubalang
kekuasaan tumbang
manusia sekadar tanah gersang
tangis-tangis sunyi
segala hilang pasti
jauh dari mimpi
jauh dari senyum sepasang kekasih
di jalan dharmawangsa lenting peperangan menjelma bising kendaraan dan warung kopi tempat dangdut koplo mengerat telinga bersahut-sahutan dengan sumbang pengamen yang menanam kesedihan pada bola-bola matanya
Lamongan, 24 Oktober 2024
SURABAYA; KOTA HUJAN API
Surabaya hujan api
dan panasnya menenggelamkan kampung
kumuh yang mencari diri di rimba
raya modal asing
bising ———-
hanya peluh yang benar-benar air
muka bahagia ketika
tubuh terhimpit kuburan
dan nisan-nisan pada plang
hotel, apartemen, mall, plaza ———-
api menghunjam
Surabaya yang hilang
TABEBUYA
Mersault berjalan
di trotoar ketika
bunga-bunga tabebuya
berjatuhan
di tangannya terselip pistol
dan sebotol alkohol
angin berhenti
mobil-mobil laju sendiri
sudut pandang jadi ambang
kebenaran dan keraguan
garis hitam putih
menyepih kertas-kertas kosong
di TK B yang memutar tangisan
dan nyanyian balonku ada lima
bunga-bunga jatuh
takdir rusuh
jalan keruh
orang-orang misuh
Mersault menyeberang
menembaki Ahmad Yani
dengan pistol yang dicuri
di pasar malam tempo hari
dor! dor! dor! kata mulutnya
sebab setelahnya hanya suara brak!
dan air yang muncrat dari pistolnya
serta darah membuncah dari kepala pecah
Lamongan, 16 Oktober 2024
ARTIFISIAL PANDEGEILING
Google maps merayap ke kuping:
Belok kiri ke jalan Pandegiling.
Makian dan umpatan menerjang seganas elang mencincang ular di pematang.
Pintu gorong-gorong bersahutan dengan akrilik Kimia Farma dan lampu merah yang terus terjaga. Klakson bertubi-tubi, bunyi-bunyi tak tahu diri. Matahari mekar. Pohon-pohon tak menyapa. Tak ada yang membuka cerita.
Kesadaran tumbuh. Kejanggalan waktu. Usia melepuh.
Jok belakang tak lagi terisi setelah salak anjing bersahut salak anjing dan terkaman harimau berakhir terkaman harimau. Desing mendesing. Barang pecah menambah bising … ngiiing …
Kota setengah asing.
Belok kiri ke jalan Pandegiling.
Lamongan, 16 Oktober 2024
JALAN SEMARANG
toko buku membilas waktu
tahun-tahun beku
ketika terdengar derap rapi
dan segala yang kiri harus dikebiri
kini buku tinggal tumpukan
kertas-kertas batas zaman
ocehan malih sobekan lakban
keramaian berganti antrian pesanan
Lamongan, 16 Oktober 2024
Baca Juga : Akan Kuceritakan Malamku dan Puisi Lainnya Karya Dodik Suprayogi
Leave a Reply