Senin, Selasa, Jakarta dan Puisi Lainnya Karya Bintang Prakasa

Ilustrasi Puisi Senin, selasa, jakarta dan puisi lainnya (www.pinterest.com)

senin, selasa, jakarta

akhir-akhir ini

jakarta sedang asyik

menjilati tangisnya yang gerimis.

 

seperti seseorang

yang merasa asing

di tubuhnya sendiri.

 

ia tak udah-udah

menjadi sosok menyebalkan

saat sedang flu begini

mirip remot tv

yang selalu hilang

saat dicari.

 

belum lagi soal macet

jalanan jelek

becek

dan orang-orang kelaparan

yang harapannya dirampas polisi dan negara.

 

menyulam hidup di dalam persegi tiga kali tiga

terjebak dalam ruangan persegi tiga kali tiga

tanpa penyejuk udara dan jendela

terletak di gang kumuh pinggiran jakarta.

 

aku terpaksa menyulam hidup

dengan nafas tersendat-sendat

seperti penderita asma

ketika tidak membawa ventolin

di saku celana.

 

hari ke hari aku harus terbiasa

untuk melompat dari

kelaparan

kemacetan

kemiskinan

 

yang berulang kali menamparku

tanpa aba-aba.

 

harapan yang asalnya sebanyak

antrian mobil saat magrib

di tb simatupang

tetapi, lama-lama itu semua

direnggut paksa

oleh

tuntutan dan utang

yang menumpuk bagaikan

gedung-gedung tinggi di sudirman

serta

ocehan-ocehan tetangga

yang membangunkan ku

dari lamunan.

 

—

tuts tuts semu

seperti keyboard laptop, ditekan selama tujuh belas jam sehari dan dilakukan berulang kali hingga pudar warnanya, begitu juga yang dirasakan oleh buruh-buruh ibukota. dari pagi hingga dini, mereka pontang-panting membawa kecemasan akut karena nasibnya tak menentu menuju semaput.

 

mereka dapat dipecat ketika lagi menahan kantuk

dan sumpek di jaklingko.

belum lagi ada kerjaan tambahan

yang menggerogoti kehidupannya.

serta upah bulanannya hanya cukup

untuk membeli nasi telor di burjo.

 

parahnya

ia harus memahat senyum

dan anggukan di mukanya setiap hari

meskipun harinya sedang biru.

 

jika dilihat, memang tragis nasib yang harus dialami buruh-buruh tersebut. dirinya terjebak di kota yang membosankan, dengan hobi memberikan surga semu kepada orang-orang yang tubuhnya dililit rantai menuju mati yang abu.

 

—

 

adu balap nasib

serba cepat

itulah ciri khas

ibukota

yang mulai mengganggu

diriku

karena terbiasa melambat.

 

namun, lambat laun

aku jadi terbiasa

akan hal itu

karena mulai timbul

gejala-gejala

seperti ketakutan

melihat etalase nasib

sehari-hari.

 

ketika tidak muncul

gulali

ataupun sekedar

permen kaki

dalam kehidupan sehari-hari.

 

kecemasan mulai muncul

karena khawatir

akan dilumat oleh billboard

di sepanjang jalan sudirman.

 

tak hanya itu

kegetiran dan kegelisahan

turut menyelimuti ku

karena takut

jika esok hari

menjadi tumpukan tisu

bekas mengelap sepatu.

—

 

Baca Juga: Puisi Wajah-wajah Mahasiswa Karya Maria Utami

Bintang Prakasa

Bintang Prakasa

Saya Bintang Prakasa, manusia kelahiran 2003 di Jakarta yang sedang membiasakan diri untuk menulis dan membaca. Dapat disapa melalui instagramnya @bintangprakasaa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *